Baru-baru ini, sebuah insiden perundungan di lingkungan sekolah terjadi di SMKN Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, yang melibatkan seorang siswa bernama AAI berusia 16 tahun. AAI dilaporkan mengalami patah tulang rahang setelah mengalami kekerasan fisik oleh kakak kelasnya.
Insiden ini mengundang perhatian publik dan pihak berwajib. Polisi sejauh ini telah memeriksa sebanyak 13 saksi dan menetapkan enam siswa sebagai tersangka terkait peristiwa tersebut.
“Kita tetapkan enam orang tersangka, termasuk satu dewasa yang sudah berusia di atas 18 tahun,” ungkap Kapolsek Cikarang Barat AKP Tri Bintang Baskoro saat memberikan penjelasan kepada wartawan.
Proses Penyidikan dan Penetapan Tersangka dalam Kasus ini
Penyidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa para tersangka melancarkan aksi perundungan ini karena menganggap korban telah melanggar aturan yang mereka anggap berlaku. Dalam hal ini, mereka menilai bahwa AAI berfoto bersama siswi dengan menggunakan seragam sekolah merupakan tindakan yang tidak sesuai.
Menurut keterangan yang diperoleh, setelah kejadian tersebut, korban AAI diundang ke luar lapangan sekolah pada saat jam istirahat. Di sinilah aksi kekerasan fisik terjadi ketika para pelaku mencegatnya dan melakukan pemukulan secara bersama-sama.
Kapolsek Bintang menjelaskan bahwa para pelaku yang terlibat menganggap bahwa tindakan AAI sebagai hal yang melanggar peraturan, sehingga mereka merasa berhak untuk memberikan ‘sanksi’.
Implikasi Hukum dan Tindak Lanjut dari Kasus Perundungan
Dalam kasus perundungan ini, para tersangka dikenakan beberapa pasal hukum yang relevan. Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat 1 UU No 17 Tahun 2016 menjadi salah satu landasan hukum yang diterapkan, selain alternatif pasal lainnya seperti Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP.
Meski keempat tersangka tidak ditahan, mereka diminta untuk menjalani wajib lapor dua kali seminggu. Kapolsek menekankan bahwa meskipun dalam status tidak ditahan, proses hukum terhadap mereka tetap dilanjutkan dengan serius.
“Kami masih menunggu proses diversi, mengingat mereka adalah anak yang berkonflik dengan hukum,” tambah Kapolsek Bintang.
Perundungan dan Sekolah: Tanggung Jawab Bersama
Kasus ini menggambarkan masalah serius perundungan yang kerap terjadi di lingkungan sekolah. Masih banyak siswa yang merasa tertekan dan terintimidasi oleh sikap agresif dari teman sebayanya, yang justru seharusnya menjadi lingkungan yang mendukung.
Pengawalan dari pihak sekolah dan orang tua sangat dibutuhkan agar kasus perundungan dapat diminimalisasi. Dialog antara siswa, guru, dan orang tua sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi semua siswa.
Lebih jauh lagi, sekolah perlu memiliki sistem yang menjamin bahwa setiap laporan perundungan ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku. Kebijakan pendidikan yang menekankan nilai-nilai empati dan solidaritas harus diperkuat dalam kurikulum sekolah.
Pendidikan Karakter untuk Mengatasi Perundungan di Sekolah
Salah satu cara untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman adalah melalui pendidikan karakter. Sekolah perlu mengedepankan program yang mengajarkan nilai-nilai seperti menghargai perbedaan dan empati terhadap orang lain.
Melibatkan siswa dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan bisa menjadi langkah positif dalam membentuk karakter yang baik. Penting untuk menyadarkan siswa bahwa setiap tindakan mereka memiliki dampak, baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap orang lain.
Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, diharapkan perundungan di sekolah dapat berkurang dan sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua siswa.











