Berita tentang meninggalnya Yurike Sanger, istri ketujuh Presiden pertama Indonesia Soekarno, telah mengejutkan banyak orang. Yurike menghembuskan nafas terakhirnya di California, Amerika Serikat, pada Rabu waktu setempat. Kementerian Luar Negeri memberikan pernyataan resmi terkait dengan peristiwa tersebut.
Kepala Perlindungan WNI dari Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengungkapkan bahwa Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Los Angeles telah berkomunikasi dengan keluarga almarhumah. Kabar ini mengingatkan kita pada kisah cinta yang penuh dinamika antara Yurike dan Soekarno yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia.
Pertemuan pertama antara Yurike Sanger dan Soekarno terjadi pada tahun 1963. Momen itu terjadi di sebuah acara kenegaraan di mana Yurike, yang masih berstatus pelajar, ikut menyambut sang presiden dan sukses menarik perhatian Soekarno.
Kisah Awal Pertemuan Yurike dan Soekarno yang Menarik Perhatian
Pada saat itu, Yurike yang berumur 18 tahun berhasil memikat hati Soekarno. Setelah acara, presiden memanggilnya dan mengundangnya untuk berbincang secara langsung, momen tersebut menjadi awal dari sebuah cerita cinta yang tak biasa.
Soekarno kemudian menawarkan diri untuk mengantar Yurike pulang. Suatu tawaran yang tentu sangat menggoda bagi seorang remaja, terutama yang dikhususkan oleh seorang tokoh nasional yang sangat terkenal.
Selama perjalanan pulang, mereka berbincang banyak hal. Dari perbincangan tersebut, Soekarno meminta dipanggil “mas” instead of “pak”, yang menunjukkan keakraban yang cepat terbentuk di antara mereka.
Dalam percakapan tersebut, Soekarno juga berbicara tentang masa depan dan menawarkan pernikahan. Dengan spontan, Soekarno menyebutkan, “Adiklah, istri yang terakhir,” yang justru menambah kesan bahwa cinta mereka bersemi begitu cepat.
Dukungan Keluarga dan Pernikahan yang Bersejarah
Tentunya, lamaran tersebut membuat Yurike bingung. Ia lahir dari keluarga yang mempertimbangkan faktor usia serta situasi, mengingat jarak usia yang terpaut cukup jauh, yakni 44 tahun. Namun, pada akhirnya, orang tuanya memberikan restu.
Keduanya menikah pada 6 Agustus 1964, dan pernikahan ini menjadi salah satu pernikahan yang penuh kontroversi. Meski dihadapkan pada banyak rintangan, mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh harapan.
Sayangnya, dari pernikahan tersebut, mereka tidak dikaruniai anak. Meski Yurike pernah hamil, sayangnya bayi yang dilahirkannya lahir prematur. Hal ini membuat dokter merekomendasikan agar Yurike tidak hamil selama tiga tahun ke depan.
Dalam situasi tersebut, Yurike merasa Soekarno menghargai tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara, meskipun terkadang kondisi itu pun bisa membuatnya kesal. Seringkali Soekarno harus buru-buru pergi ke istana tanpa sempat menyempatkan diri untuk merapikan diri.
Dinamika Hubungan dan Akhir yang Berbeda
Kehidupan rumah tangga mereka juga tidak lepas dari masalah. Di tengah kedamaian, Soekarno menikah lagi dengan seorang remaja bernama Heldy Djafar pada tahun 1966. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan mereka selalu diwarnai dengan tantangan yang serius.
Pernikahan dengan Yurike harus berakhir pada tahun 1967, ketika Soekarno kehilangan kekuasaan dan bertransformasi menjadi tahanan politik. Realita ini memaksa keduanya untuk berpisah secara baik-baik.
Setelah perceraian, Yurike menetap di Amerika Serikat dan menjalani hidupnya sendiri hingga berpulang pada 18 September 2025. Perjalanan cinta antara Soekarno dan Yurike ini kemudian diabadikan dalam sebuah buku yang menggambarkan kisah mereka.
Cinta dan pernikahan keduanya menjadi cerita unik dalam sejarah Indonesia, yang menunjukkan betapa beraninya seorang gadis muda menghadapi berbagai tantangan hidup, meski di sisi lain terjebak dalam cinta yang penuh harapan, namun berakhir tragis.











