Dalam hubungan, banyak orang berpikir bahwa konflik yang sering terjadi disebabkan oleh masalah yang jelas seperti uang, masalah fisik, atau perbedaan pola asuh anak. Namun, menurut Dr. Mark Travers, seorang psikolog yang telah mempelajari dinamika hubungan antar pasangan, penyebab utama konflik seringkali lebih sederhana yaitu nada suara. Cara kita berbicara bisa mengubah makna percakapan, dan menjadi sumber ketegangan yang tidak terduga dalam hubungan.
Penelitian menunjukkan bahwa hanya satu persen dari makna pesan berasal dari kata-kata yang diucapkan. Sebagian besar makna sebenarnya disampaikan melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan yang paling penting, nada suara kita saat berbicara. Misalnya, sebuah kalimat sederhana seperti “Kamu sudah buang sampah belum?” dapat terdengar seperti sebuah pertanyaan biasa atau bahkan tuduhan, tergantung nada dan intonasinya.
Ketika perdebatan terjadi, rasa emosional selalu datang dari nada suara yang digunakan. Nada yang tajam bisa diartikan sebagai penyalahgunaaan, sedangkan nada datar sering kali tampak acuh tak acuh. Ketika berbincang-bincang, kita mungkin lupa apa yang telah kita katakan. Namun, kita tidak akan pernah melupakan bagaimana pasangan kita berbicara dan perasaan yang ditimbulkannya.
Kelelahan, stres, atau rasa terburu-buru sering kali mengakibatkan kita berbicara dengan nada yang tidak sesuai dengan maksud niat sebenarnya. Ini bisa memicu kesalahpahaman yang lebih besar, sehingga penting untuk menyadari ketika nada suara terasa terlalu tajam atau tidak pantas.
Menghadapi Konflik: Pentingnya Menyadari Nada Suara
Dr. Travers menyarankan untuk selalu menyadari nada suara kita saat berbicara. Jika kita merasa nada suara terdengar lebih tajam atau mengancam, penting untuk berhenti sejenak dan memperbaiki cara berbicara. Salah satu cara mudah adalah meminta maaf dan mengakui nada suara yang tidak tepat dengan kalimat sederhana.
Salah satu contohnya, saat kita berkata, “Maaf, nadaku barusan terdengar agak tajam. Aku coba ulangi ya,” menunjukkan sikap terbuka dan ingin memperbaiki situasi. Mengakui ketidaknyamanan dalam cara berbicara bisa menjadi langkah awal dalam menyelesaikan konflik.
Langkah-langkah kecil ini tidak hanya menunjukkan kesadaran diri, tetapi juga membantu mencegah emosi meningkat menjadi konflik yang lebih besar. Ketika situasi semakin tegang, penting untuk mengambil waktu dan mengevaluasi cara komunikasi agar bisa menjadi lebih baik.
Menyadari bahwa nada berperan penting dalam komunikasi akan memperkuat hubungan kita. Ketika pasangan berbicara dengan nada yang tinggi dan kita merespons dengan nada serupa, itu hanya akan memperburuk suasana. Sebagai gantinya, memberikan respons yang tenang bisa menghentikan siklus konflik.
Misalnya, kita dapat mengatakan, “Aku tidak suka cara kamu ngomong barusan. Bisa diulang dengan cara lain?” atau “Aku mau mendengar pendapatmu, tetapi nada kamu bikin aku sulit fokus.” Respons semacam ini membantu menjaga kalimat tetap positif dan mendukung komunikasi yang lebih baik.
Strategi untuk Mengurangi Ketegangan dalam Komunikasi
Ketika kedua pihak dalam sebuah hubungan sudah sama-sama defensif, akan sulit untuk mencapai titik kesepakatan. Dalam situasi seperti ini, salah satu dari keduanya perlu berani mengambil langkah untuk “reset” percakapan. Dr. Travers menyebut langkah ini sebagai reset phrase, yang bisa diucapkan dalam bentuk kalimat sederhana.
Contoh kalimat reset bisa berupa, “Ayo mulai dari awal.” Strategi ini sangat membantu untuk menurunkan ketegangan sekaligus menciptakan ruang untuk berkomunikasi lebih baik. Hal ini tidak berarti bahwa semua perbedaan pendapat akan hilang, namun ketegangan yang ada bisa diminimalisasi.
Dalam beberapa kesempatan, humor juga bisa menjadi alat yang efektif untuk meredakan suasana. Dengan cara bercanda seperti, “Kita kayak remaja lagi berdebat,” atau “Istirahat dulu yuk,” bisa membantu pasangan untuk merasa lebih nyaman dan membuka dialog yang lebih konstruktif.
Penting untuk diingat bahwa saat kita mendengarkan pasangan, kita harus mengendapkan emosi dan fokus pada inti permasalahan. Dengan mengedepankan komunikasi yang empatik, hubungan akan lebih stabil dan masalah dapat diselesaikan dengan baik.
Dengan melatih diri dalam mengakui dan memperbaiki nada suara, kita akan memperkuat sebagai pasangan. Hal ini tidak hanya berdampak pada situasi saat itu, tetapi juga membangun fondasi komunikasi yang lebih sehat dalam jangka panjang.
Menjaga Komunikasi Sehat dalam Hubungan
Agar hubungan tetap harmonis, penting untuk menjalin komunikasi yang efektif dan berkelanjutan. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan memperhatikan reaksi dari pasangan saat kita berbicara. Jika kita merasakan ketegangan, maka ada baiknya untuk melakukan evaluasi diri.
Kita juga bisa melibatkan pasangan dalam proses ini dengan bertanya bagaimana mereka merasa saat mendengarkan kita. Dengan saling mengoreksi cara berbicara, kita menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan menerima satu sama lain.
Dalam setiap interaksi, kita harus berusaha untuk tidak menghakimi dan menilai. Ketika pasangan merasa nyaman untuk membuka diri, komunikasi akan menjadi lebih lancar dan masalah bisa diselesaikan tanpa perlu adanya perdebatan yang berkepanjangan.
Jadi, saat terjebak dalam konflik, ingatlah bahwa nada suara menjadi jembatan antara pernyataan dan pemahaman. Menghargai satu sama lain dalam bagaimana kita berbicara adalah langkah inti untuk membangun hubungan yang sehat dan saling menghormati.
Ketika kita melakukan hal ini, kita tidak hanya akan mengurangi konflik, tetapi juga mempromosikan cinta dan saling pengertian dalam hubungan kita.











