Matsukane Imai dan ibunya, Machiko, mewarisi rumah tradisional keluarga mereka di Okaya, sebuah kota tenang di Prefektur Nagano, Jepang. Rumah tersebut, yang telah berusia lebih dari 200 tahun, menjadi saksi bisu perjalanan sejarah keluarga mereka, terutama setelah kakek Matsukane meninggal pada tahun 2020 di usia 103 tahun.
Kedua generasi ini telah berupaya untuk menghormati warisan tersebut, meskipun selama ini mereka tinggal di Tokyo. Okaya menjadi tempat pelarian dari hiruk pikuk kehidupan di ibukota, sekaligus mengingatkan mereka akan akar keluarga yang kuat.
Lantai atas rumah ini dulunya digunakan untuk membudidayakan ulat sutra, di mana benang sutra diproduksi dengan keterampilan tinggi. Memiliki nilai sentimental dan sejarah, rumah ini merupakan bagian penting dari identitas keluarga Imai.
Transformasi Rumah Tradisional Menjadi Guesthouse yang Menarik
“Rumah ini telah menjadi milik keluarga selama beberapa generasi, dan tidak ada niatan untuk menjualnya,” ungkap Matsukane dengan bangga saat membahas warisan rumah yang berharga tersebut. Properti ini terdiri dari rumah utama, dua taman indah, dan bangunan luar yang memberikan nuansa tradisional yang kental.
Matsukane menjelaskan bahwa terakhir kali ada yang tinggal di rumah tersebut secara penuh waktu adalah pada awal 1900-an. Meskipun demikian, setiap generasi selalu merawat rumah tersebut dengan baik, sehingga interiornya tetap terjaga dan menarik untuk dilihat.
Berbeda dengan rumah di sekitar yang telah direnovasi dengan gaya modern, rumah Imai tetap menyimpan keaslian arsitektur Jepang yang memukau. Ide untuk mengubah rumah leluhur menjadi guesthouse muncul dari seorang teman lama yang menginspirasi mereka dengan gagasan tersebut.
Machiko merasa senang dengan ide ini, “Saya ingin berbagi pengalaman berada di rumah tradisional Jepang dengan pengunjung dari luar, maupun dari dalam negeri, karena jenis rumah seperti ini semakin jarang ditemui.” Keinginan ini mendorong mereka untuk memulai proyek renovasi.
Proses renovasi menjadi tantangan yang menyita waktu, menghabiskan sekitar tiga tahun untuk menyelesaikannya. Tahun pertama dihabiskan untuk membersihkan berbagai barang yang telah terakumulasi selama beberapa dekade, memahami setiap jejak sejarah yang ada di dalamnya.
Restorasi Mewah dengan Sentuhan Modern
Matsukane menyebutkan bahwa banyak barang berharga yang tersimpan dalam rumah perlu dinilai oleh para ahli antik. Di antara barang-barang tersebut termasuk meja makan yang diwarisi dari kakek-nenek Machiko dan alat tenun sutra tua yang kini dipajang sebagai simbol sejarah rumah.
Untuk memastikan hasil renovasi yang optimal, mereka bekerja sama dengan arsitek dan tukang lokal. Fitur modern seperti dapur dan kamar mandi dengan bak rendam kayu hinoki ditambahkan untuk meningkatkan kenyamanan tanpa menghilangkan karakter tradisional rumah tersebut.
Dalam upaya ini, mereka juga mengajukan permohonan subsidi dari pemerintah yang bertujuan untuk mendukung pengembangan pariwisata berbasis warisan budaya. Dukungan yang diterima mencakup sekitar sepertiga dari total biaya renovasi, sebuah langkah yang sangat membantu dalam mewujudkan impian mereka.
Upaya untuk menjaga warisan budaya ini sejalan dengan inisiatif pemerintah Jepang untuk menarik lebih banyak wisatawan ke daerah-daerah di luar jalur wisata utama. Ini adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk menghidupkan kembali daerah dan memperkenalkan keindahan dan keunikan budaya Jepang yang lebih dalam.
Dengan adanya dukungan tersebut, Matsukane dan Machiko berharap dapat melestarikan warisan keluarga sambil memberikan pengalaman yang autentik kepada para tamu yang datang.
Pariwisata Jepang dan Kepopuleran Wisata Regional
Pada tahun 2023, pemerintah Jepang merilis Rencana Dasar Promosi Negara Pariwisata yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing serta mempromosikan daerah-daerah regional. Data menunjukkan bahwa Jepang menyambut 36,8 juta pengunjung pada tahun 2024, jumlah tertinggi sejak 1964 yang membuat industri pariwisata semakin berkilau.
Tokyo mengalami lonjakan kedatangan wisatawan asing sebesar 26,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, Kyoto juga mencetak rekor baru dengan lebih dari 10 juta pengunjung internasional, menunjukkan betapa besarnya minat terhadap budaya dan sejarah Jepang.
Dengan tren ini, rumah tradisional di Okaya telah diubah menjadi guesthouse yang resmi dibuka pada bulan Juli lalu, menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan. Guesthouse ini dapat menampung hingga 10 tamu dengan tarif yang dimulai dari sekitar Rp5,8 juta per malam.
Melalui guesthouse ini, Matsukane dan Machiko berharap tidak hanya untuk berbagi keindahan rumah tradisional, tetapi juga untuk menghidupkan kembali semangat komunitas lokal. Mereka percaya bahwa momen ini dapat memperkuat ikatan antara generasi yang lebih tua dengan yang lebih muda.
Perjalanan mereka dalam merestorasi rumah tradisional ini bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman berharga bagi setiap pengunjung. Ini adalah bagian dari upaya untuk menjadikan tempat ini sebagai destinasi yang dicintai oleh banyak orang.










