Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan segera menerbitkan keputusan presiden berkaitan dengan restrukturisasi utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikenal sebagai Whoosh. Proyek ini memiliki masalah signifikan terkait utang yang harus segera diatasi agar pengembangan dapat berjalan lancar dan sesuai rencana.
Menurut Luhut, permasalahan ini berkisar pada upaya mereformasi kesepakatan utang dengan China Development Bank (CDB), yang molor selama pergantian kepemimpinan dari mantan Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo. Dalam konteks ini, Luhut menekankan pentingnya langkah cepat untuk menyelesaikan isu tersebut agar proyek bisa dilanjutkan.
Keputusan presiden yang akan diterbitkan berisi pembentukan tim khusus yang akan bernegosiasi dengan pihak CDB. Luhut menuturkan bahwa Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, telah diminta untuk merumuskan nama-nama anggota tim tersebut agar proses negosiasi berjalan efektif.
Pentingnya Restrukturisasi Utang untuk Proyek Kereta Cepat
Pembicaraan mengenai restrukturisasi utang proyek kereta cepat memegang peranan penting dalam kelangsungan proyek ini. Bagi Luhut, negosiasi yang baik dengan pihak CDB akan membawa pada solusi yang saling menguntungkan. Dia mencatat bahwa China hanya akan melanjutkan rencana ekspansi pengembangan kereta cepat hingga Surabaya jika masalah utang ini dapat diselesaikan segera.
Luhut juga menyampaikan bahwa sebelumnya dia telah berkomunikasi dengan pihak China selama kunjungannya tiga bulan lalu. Ia menjelaskan, “Kita tinggal menunggu keputusan presiden dan rekomendasi tim yang akan dibentuk untuk mencapai kesepakatan.” Optimisme menunjukkan adanya kesepakatan yang dapat dicapai jika langkah-langkah diambil dengan pemikiran yang strategis.
Proyek kereta cepat ini memiliki dampak monumental bagi transportasi di Indonesia, dan oleh karena itu, penanganan masalah utang harus mendapatkan prioritas tinggi. Luhut menegaskan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sangat berkomitmen untuk menyelesaikan proyek ini di bawah pengawasan yang ketat.
Digunakannya Sumber Daya APBN dalam Menyelesaikan Utang
Dalam hal ini, muncul wacana mengenai kemungkinan penggunaan APBN untuk menyelesaikan utang proyek Whoosh. Meskipun beberapa pihak mengusulkan agar APBN digunakan, Luhut dengan tegas menampik ide tersebut. Dia menjelaskan bahwa tidak ada permintaan resmi untuk menggunakan dana dari APBN untuk membayar utang yang terkait dengan proyek tersebut.
Dia menekankan, “Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta.” Pendapat ini menegaskan komitmen untuk mencari solusi lain yang tidak membebani anggaran negara. Luhut lebih percaya bahwa pendekatan restrukturisasi utang dengan CDB adalah jalan terbaik yang harus ditempuh.
Selain itu, Dana Investasi dan Hilirisasi juga memiliki rencana untuk melunasi utang melalui beberapa opsi, seperti penyertaan modal kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau penyerahan infrastruktur kepada pemerintah. Ini menunjukkan bahwa berbagai solusi sedang dieksplorasi untuk mencapai keberlanjutan finansial proyek tersebut.
Peran Menteri Keuangan dalam Proyek Whoosh
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, juga menunjukkan keterlibatannya dalam masalah ini. Ia mendorong agar utang Whoosh dilunasi dengan menggunakan dividen dari BUMN. Sadewa meyakini bahwa laba yang dihasilkan perusahaan-perusahaan milik negara dapat digunakan untuk mencapai tujuan penyelesaian utang secara efisien.
Keterlibatan Menteri Keuangan menunjukkan bahwa terdapat dukungan politik untuk menyelesaikan isu ini. Bukan hanya memberikan harapan bagi proyek Whoosh, tetapi juga menunjukkan bahwa pemerintah melihat proyek ini sebagai investasi penting untuk masa depan transportasi di Indonesia.
Langkah-langkah strategis ini bertujuan untuk menghindari beban utang yang tidak perlu bagi negara. Dengan pendekatan yang hati-hati dan berbasis pada data, diharapkan kereta cepat ini akhirnya dapat menjadi kebanggaan Indonesia dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.











