Selama sebulan terakhir, banyak laporan mengenai harimau dan macan yang berkeliaran di area pemukiman. Kejadian-kejadian ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, terutama setelah kemunculan macan tutul di sebuah hotel di Bandung dan harimau yang memasuki kantor BRIN di Sumatra Barat.
Beruntung, kedua insiden tersebut tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, pertemuan antara manusia dan hewan buas ini mengingatkan kita akan sejarah menyedihkan yang sering berujung tragis.
Contoh paling terkenal terjadi pada tahun 1827 di Besuki, yang sekarang dikenal sebagai Situbondo. Di sana, seorang bocah berusia 12 tahun bernama Keset terlibat dalam pertempuran melawan harimau demi menyelamatkan ayahnya yang nyaris diterkam.
Sejarah Perjumpaan Manusia dan Harimau di Indonesia
Kisah Keset memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana pertemuan antara manusia dan harimau pernah berlangsung. Dalam konteks budaya Madura, banteng bukan hanya hewan ternak, melainkan simbol nilai yang sangat penting. Ketika Keset menemukan banteng kesayangannya mati di semak-semak, dia segera merasakan bahaya yang mengintai.
Peristiwa yang terjadi pada tahun tersebut terjadi di desa yang sangat bergantung pada hewan ternak. Keluarga Keset menganggap banteng sebagai simbol kebanggaan, sehingga peristiwa itu mendorong mereka untuk bertindak cepat. Ketika Keset berlari pulang untuk mencari ayahnya, rasa cemas dan ketakutan menyelimuti hatinya.
Saat kedua pria itu mendekati lokasi banteng, harimau besar pun meluncur menyerang. Tindakan kejamnya menunjukkan bahwa, meskipun harimau adalah makhluk yang indah, mereka juga sangat berbahaya. Interaksi ini menciptakan ketegangan antara keinginan manusia untuk melindungi apa yang mereka cintai dan sifat liar dari hewan buas.
Kisah Heroik yang Menginspirasi
Kisah heroik Keset menjadi sorotan utama dalam pertempuran melawan harimau. Ketika ayahnya diserang, Keset menunjukkan keberanian yang luar biasa di tengah situasi yang sangat kritis. Dengan nekat, dia mengangkat tombak dan melaju menuju harimau yang menerkam ayahnya.
Walaupun usia Keset masih sangat muda, keberaniannya tidak bisa dianggap remeh. Dalam kondisi penuh ketegangan, dia memilih untuk berjuang demi nyawa ayahnya, bahkan ketika harimau itu merupakan makhluk paling menakutkan di pulau tersebut. Usahanya tidak sia-sia, harimau tersebut akhirnya kalah.
Cerita ini bukan hanya menunjukkan keberanian anak kecil, tetapi juga mengungkapkan sisi kemanusiaan yang mendalam. Rasa cinta dan tanggung jawab terhadap orang tua melahirkan tindakan heroik yang tak terduga. Keset menjadi simbol harapan ini, mengingatkan kita bahwa meski dalam situasi terburuk, keberanian dapat mengubah nasib.
Dampak Pertemuan antara Manusia dan Harimau
Namun, kisah ini juga memperlihatkan dampak negatif yang terjadi akibat pertempuran antara manusia dan harimau. Merasa terancam, banyak orang mulai memburu harimau untuk melindungi diri dan ternak mereka. Hal ini berkontribusi pada penurunan drastis populasi harimau, terutama harimau Jawa.
Menurut catatan sejarah, pada tahun 1940, jumlah harimau Jawa tersisa hanya antara 200-300 ekor. Penurunan tersebut terus berlanjut hingga menyisakan dampak besar bagi ekosistem lokal. Penyebaran manusia dan lahan pertanian yang semakin luas juga menyebabkan habitat harimau semakin menyusut.
Akibat perburuan dan hilangnya habitat, harimau Jawa dinyatakan punah pada tahun 1980-an. Punahnya spesies ini bukan hanya kehilangan satu jenis hewan, tetapi juga hilangnya keseimbangan ekosistem yang telah ada selama ribuan tahun. Dampak ini menjadi pelajaran penting bagi kita untuk lebih menghargai dan melindungi kehidupan satwa liar.











