Kenaikan tarif pendakian Gunung Rinjani yang mulai berlaku pada 3 November baru-baru ini menjadi perhatian banyak pendaki, baik lokal maupun internasional. Kebijakan ini juga dipicu oleh perubahan kelas jalur pendakian yang ditetapkan oleh Taman Nasional Gunung Rinjani.
Pengumuman mengenai penyesuaian tarif tersebut disampaikan melalui siaran pers resmi yang menekankan pentingnya perlindungan alam serta peningkatan layanan bagi para pengunjung. Dari segi pengelolaan, ini menjadi langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan ekosistem di kawasan Rinjani.
Melalui pengaturan tarif yang baru, pemerintah berharap dapat mengalokasikan pendapatan dari sektor pariwisata menuju pengembangan kawasan yang lebih baik. Kenaikan ini diharapkan memberikan manfaat bagi konservasi, keamanan, dan kenyamanan para pendaki.
Rincian Tarif Pendakian di Gunung Rinjani
Pemerintah telah merilis rincian tarif baru yang berlaku untuk semua jalur pendakian. Jalur Sembalun, Senaru, dan Torean yang sebelumnya tergolong dalam Kelas 2 kini dinaikkan menjadi Kelas 1.
Tarif untuk wisatawan mancanegara (WNA) dari Rp200.000 menjadi Rp250.000, sedangkan untuk wisatawan domestik (WNI) mengalami kenaikan dari Rp20.000 menjadi Rp50.000 pada hari kerja. Pada hari libur, tarif bagi WNI melonjak dari Rp30.000 menjadi Rp75.000.
Rombongan pelajar dan mahasiswa juga turut mengalami penyesuaian tarif, dengan harga tiket naik dari Rp10.000 menjadi Rp25.000. Kebijakan ini bertujuan memastikan bahwa pendaki akan mendapatkan pengalaman yang aman dan nyaman.
Perubahan Kelas Jalur dan Dampaknya
Pada jalur Aikberik, Tetebatu, dan Timbanuh, dengan perubahan kelas dari Kelas 3 menjadi Kelas 2, tarif WNA mengalami kenaikan dari Rp150.000 menjadi Rp200.000. Sementara untuk WNI, tarif pada hari kerja dan hari libur juga mengalami penyesuaian dari Rp10.000 menjadi Rp20.000 dan Rp15.000 menjadi Rp30.000.
Selain itu, rombongan pelajar dan mahasiswa di jalur ini akan dikenakan tarif baru, dari Rp5.000 menjadi Rp10.000. Hal ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran akan perlunya pengelolaan yang baik terhadap kawasan Rinjani.
Dengan adanya penyesuaian tarif, pengelola Taman Nasional berharap agar pendakian ke Gunung Rinjani tidak hanya dijadikan sekadar olahraga, tetapi juga menciptakan rasa tanggung jawab terhadap alam.
Dukungan Pengelola dan Harapan Masyarakat
Ketua Forum Wisata Lingkar Rinjani (FWLR) memberikan dukungan terhadap kebijakan baru ini. Ia menyadari bahwa meski ada dampak pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), manfaat jangka panjang bagi kawasan Rinjani jauh lebih besar.
Royal Sembahulun, sebagai ketua forum tersebut, berharap pemerintah dapat mengalokasikan sekitar 30 persen dari PNBP untuk memperbaiki tata kelola dan fasilitas di kawasan tersebut. Harapan ini menunjukkan betapa pentingnya inovasi dalam pengelolaan destinasi wisata.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan bahwa kenaikan tarif tidak akan berdampak signifikan terhadap kunjungan wisatawan. Hal ini menunjukkan optimisme pemerintah terhadap pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.
Peningkatan Standar Keamanan dan Layanan Pendaki
Kepala Dinas Pariwisata NTB menjelaskan bahwa masih banyak pengunjung yang menganggap pendakian di Rinjani sebagai aktivitas yang mudah. Padahal, jalur pendakian di kawasan tersebut sering disebut ekstrem, sehingga peningkatan tarif dianggap perlu untuk meningkatkan standar keselamatan pendaki.
Dalam konteks ini, kenaikan tarif bukan saja menjadi beban biaya, tetapi juga investasi dalam keselamatan dan kenyamanan saat mendaki. Pihak pemerintah bertujuan untuk membuat pendakian menjadi pengalaman yang lebih terjamin bagi semua peserta.
Pemprov NTB mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam mengoptimalkan pengelolaan pendapatan dari sektor pendakian, sehingga destinasi ini dapat terus berkembang dengan baik.










