Fenomena yang dikenal dengan istilah ‘performative male‘ kini tengah menjadi perhatian banyak orang. Para pria yang mengidentifikasi diri sebagai performative male merasa bahwa pilihan itu adalah ekspresi diri yang tulus, berupaya untuk menjadi lebih autentik dalam penampilan maupun sikap.
Ada anggapan bahwa pria dengan gaya performative male bersikap sangat berbeda dibandingkan dengan stereotip maskulinitas tradisional. Mereka cenderung menunjukkan sisi lembut dan emosional yang jarang terlihat dalam paradigma pria yang keras dan garang.
Identitas ini mendorong para pria untuk mengubah cara mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Sebagian besar dari mereka menemukan kenyamanan dalam berpenampilan rapi dan terampil berkomunikasi dengan cara yang lebih empatik.
Transformasi Konsep Maskulinitas di Kalangan Pria Muda
Ketika berbicara tentang maskulinitas, sangat penting untuk memahami bahwa konsep ini telah berubah seiring berjalannya waktu. Generasi muda seperti Naufal dan Indra mulai mematahkan stereotype yang selama ini ada, bahwa pria harus selalu tampil maskulin.
Naufal, seorang pegawai swasta berusia 25 tahun, mengungkapkan bahwa penampilan baginya adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Dia merasa nyaman dengan gayanya yang rapi dan tidak pikir panjang tentang penilaian orang lain.
Di sisi lain, Indra, pria berusia 22 tahun, menganggap tampil rapi dan catchy sebagai cara untuk menunjukkan diri. Ia merasa bahwa penampilan yang bersih dan teratur dapat memberikan kesan positif kepada orang lain dan juga memancarkan rasa percaya diri.
Keberanian Menjalani Identitas Diri Sendiri
Dalam masyarakat yang sering kali cenderung konservatif, keberanian untuk menjadi performative male patut diapresiasi. Dito, seorang pria berusia 32 tahun, menegaskan bahwa kelembutan dan perhatian terhadap detail tidak menjadikan seorang pria lemah.
Baginya, sebuah tanggung jawab dan sikap baik adalah penentu sejati kepribadian seseorang. Dito juga sangat menikmati menjalani hobi seperti membaca sastra klasik, yang menjadi salah satu cara ia mengekspresikan dirinya.
Memilih untuk menunjukkan sisi yang lebih lembut ternyata tidak mengurangi esensi kepribadian seorang pria. Malahan, hal ini semakin memperkaya pengalaman hidup dan pandangannya terhadap orang lain.
Persepsi Negatif Seputar Performative Male di Indonesia
Meski menjadi performative male menawarkan kebebasan untuk berekspresi, masih ada stigma yang melekat di masyarakat. Banyak yang masih berpikir bahwa pria dengan pendekatan ini dianggap lemah atau kurang maskulin.
Naufal dan Indra merasa bahwa isi dari stigma tersebut tidak adil dan tidak mencerminkan realitas banyak pria modern. Menurut mereka, pandangan itu hanya mencerminkan pemikiran kaku dari generasi sebelumnya.
Meski begitu, mereka tetap berusaha menjalani hidup dengan cara yang mereka sukai. Keduanya percaya bahwa maskulinitas sejati tidak hanya terletak pada penampilan fisik, tetapi juga pada cara mereka memperlakukan orang lain.