Seorang ibu bernama Kirsty Diaso mengungkapkan kekecewaannya terhadap layanan penerbangan yang tidak ramah bagi penumpang difabel setelah mengalami insiden menyedihkan saat terbang bersama anaknya yang memiliki kebutuhan khusus. Di bawah cerita ini, ada gambaran betapa perlunya perbaikan dalam sistem transportasi untuk memenuhi hak-hak penumpang dengan disabilitas.
Kirsty dan anaknya, Andre, terbang dari Dublin menuju Warsawa, namun masalah muncul ketika kursi roda Andre tidak dimuat ke dalam pesawat. Masalah ini bukan hanya menunjukkan kurangnya perhatian maskapai terhadap penumpang dengan difabilitas, tetapi juga menyoroti tantangan sehari-hari yang harus dihadapi oleh keluarga dengan anggota yang memiliki kebutuhan khusus.
Banyak penumpang difabel yang merasa tidak ada perubahan signifikan dalam layanan penerbangan selama puluhan tahun. Isu ini menjadi sorotan penting dalam diskusi mengenai aksesibilitas dan hak-hak penumpang, terutama di sektor transportasi yang seharusnya inklusif.
Persoalan yang Dihadapi Penumpang Difabel di Bandara
Dalam perjalanan ke Warsawa, Kirsty menggunakan ambulift OCS agar bisa naik pesawat dengan aman. Sayangnya, kursi roda Andre ditinggalkan di Dublin tanpa sepengetahuan mereka, yang menyebabkan situasi kritis saat tiba di bandara tujuan. Saat staf bandara memberi tahu bahwa kursi roda tidak ada, Kirsty diminta untuk menggendong Andre, yang jelas bukanlah pilihan mudah.
Beberapa kali, penumpang difabel dan keluarganya mengalami stigma yang sama; diharapkan untuk mengatasi situasi sulit tanpa bantuan yang memadai. Kirsty mengungkapkan bahwa harapan orang lain membuatnya merasa tertekan dan kesulitan dalam mengatasi tantangan yang ada, terutama ketika harus memindahkan barang-barang lain bersamaan dengan menggendong anaknya.
Pengalaman di bandara menjadi malam yang sangat mengkhawatirkan bagi Kristen. Ia harus bergelut dengan ketidaknyamanan dan stigma di tengah perjalanan yang seharusnya menyenangkan bagi mereka. Ketika terpaksa tinggal di apartemen tanpa kursi roda, kesulitan semakin meningkat dan menambah stres pada mereka berdua.
Kerusakan Alat Bantu yang Diterima dalam Keadaan Buruk
Setibanya kursi roda yang dijadwalkan tiba beberapa hari kemudian, Kirsty kecewa ketika menemukan bahwa alat bantu itu dalam kondisi rusak. Dudukan kaki yang seharusnya berfungsi sebagai penopang telah lepas sepenuhnya, sementara mekanisme lipatnya mengalami masalah, yang membuat alat tersebut tidak bisa digunakan dengan baik. Ini sangat mengecewakan karena kursi roda tersebut adalah bagian hidup Andre yang krusial.
Senilai 3.000 euro, kursi roda itu tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu, tetapi juga memberikan kebebasan bergerak bagi Andre. Namun, kerusakan yang parah menunjukkan kurangnya perhatian dari pihak maskapai dalam menangani barang barang penting bagi penumpang difabel.
Bahkan setelah menghubungi perusahaan alat kesehatan untuk pemulihan kursi tersebut, mereka menyarankan bahwa alat bantu ini tidak dapat diperbaiki sama sekali. Hal ini menambah rasa frustrasi dan menunjukkan ketidakberdayaan dalam menyiasati keadaan yang sangat tidak menguntungkan ini.
Layanan Pelanggan yang Kurang Memadai dari Maskapai
Selama proses penanganan masalah ini, Kirsty juga merasa tidak puas dengan layanan pelanggan yang diberikan oleh maskapai. Menurutnya, dukungan yang minim dan solusi yang tidak memadai membuat situasi semakin rumit. Ketika menghubungi agen layanan pelanggan, ia diberitahu untuk “bersabar,” namun tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan persolan tersebut.
Sikap acuh tak acuh dari layanan pelanggan menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh maskapai dalam hal pelatihan staf untuk memenuhi kebutuhan penumpang difabel. Kesalahpahaman dan minimnya empati dalam situasi ini semakin memperparah keadaan Kirsty dan Andre.
Cerita ini menyoroti pentingnya perubahan dalam sistem penerbangan untuk menjamin kenyamanan dan kesejahteraan penumpang difabel. Memperbaiki layanan dan aksesibilitas bukan hanya tanggung jawab maskapai, tetapi juga kewajiban sosial untuk memastikan hak semua penumpang terpenuhi.