Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan keputusan untuk menaikkan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan berbagai sektor, seperti guru, dosen, tenaga kesehatan, anggota TNI/Polri, hingga pejabat negara, demi menciptakan sistem yang lebih adil dan kompetitif.
Kenaikan gaji ASN bukanlah hal baru di Indonesia. Dalam sejarah, kebijakan semacam ini pernah diterapkan oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad ke-19, yang tidak hanya menaikkan gaji namun juga menerapkan aturan ketat bagi ASN yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi korupsi dan meningkatkan kinerja aparat pemerintahan. Dengan adanya insentif yang lebih baik, diharapkan ASN dapat bekerja dengan lebih maksimal, serta mencegah praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
Sejarah Kenaikan Gaji ASN dan Dampaknya terhadap Kinerja
Sejarah mencatat, kebijakan kenaikan gaji bagi pejabat pemerintah telah terlaksana sejak era Daendels yang menjabat antara tahun 1808 hingga 1811. Ia berupaya memperbaiki kinerja ASN yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan Ambtenaar, yang sering terlibat dalam praktik korupsi. Kebijakan mana menawarkan gaji yang lebih layak diharapkan dapat mengurangi tindakan korupsi yang marak pada masa itu.
Dalam penelitiannya, sejarawan Djoko Marihandono mengungkapkan bahwa upaya Daendels ini merupakan salah satu langkah untuk memerangi korupsi yang berkembang pesat selama pemerintahan VOC. Sebelum adanya kenaikan gaji, ASN digaji dengan tarif yang sangat rendah sehingga mereka terpaksa mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya dengan berkorupsi.
Sama seperti yang diungkap oleh sejarawan Ong Hok Ham, para pejabat di zaman VOC menjadi lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan dengan tanggung jawab mereka kepada majikan. Hal ini terlihat dari fakta bahwa meskipun mereka diupah rendah, biaya hidup yang tinggi memaksa mereka untuk mencari cara agar bisa bertahan hidup.
Dalam konteks modern, kenaikan gaji ini diharapkan dapat mendorong ASN untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Apabila gaji mereka dirasa cukup, diharapkan mereka menjadi lebih termotivasi dan mengurangi dampak negatif seperti korupsi.
Ancaman dan Disiplin dalam Pemerintahan
Namun, kenaikan gaji tidak disertai dengan kebebasan tanpa batas. Daendels menerapkan sanksi berat bagi ASN yang lalai dalam menjalankan tugasnya. Dia mengancam akan memberikan hukuman berat bagi mereka yang terlibat dalam korupsi atau penyimpangan. Kebijakan ini bertujuan menciptakan budaya disiplin di kalangan ASN.
Setiap ASN yang gagal memberikan kinerja baik tidak hanya akan kehilangan kesempatan untuk menikmati kenaikan gaji, tetapi juga terancam sanksi hukum yang berat. Hal ini menjadi salah satu pendorong agar ASN bekerja lebih serius dan tidak bermain-main dengan jabatan mereka.
Dari penegakan hukum dan disiplin ini, diharapkan dapat mencegah terulangnya kesalahan yang sama. Dengan gaji yang lebih tinggi, diharapkan para pejabat negara menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang besar dan konsekuensi yang mengikutinya.
Dalam jangka panjang, upaya ini diharapkan bukan hanya memperbaiki penghasilan ASN, tetapi juga meningkatkan kualitas layanan publik yang mereka berikan kepada masyarakat.
Kasus Terkenal yang Menggambarkan Konsekuensi dari Pelanggaran
Meskipun telah ada sistem sanksi, masih ada aparat yang tidak jera dengan risiko yang dihadapi. Kasus Kolonel JPF Filz yang terjadi pada masa Daendels menjadi contoh klasik. Filz, yang memiliki pangkat tinggi, justru menyerahkan Ambon kepada musuh tanpa perlawanan, yang mengakibatkan kerugian besar bagi negara.
Ketika Daendels mengetahui tindakannya, dia sangat marah dan segera memerintahkan penangkapan Kolonel Filz. Tindakan yang dianggap seorang perwira militer seharusnya memperjuangkan negara, ternyata justru mencoreng nama baik pemerintahan.
Filz kemudian diadili dan mengajukan berbagai alasan. Namun, pengadilan menolak pembelaannya dan memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi terhadapnya pada tahun 1810 menjadi peringatan keras bagi ASN lainnya untuk tidak meremehkan tugas dan tanggung jawab mereka.
Contoh ini menunjukkan betapa seriusnya akibat dari pelanggaran yang dilakukan, meskipun ada insentif yang diberikan. Cita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan tidak boleh terganggu oleh perilaku beberapa individu.










