Penyanyi pop terkenal, Britney Spears, merespons pernyataan mantan suaminya, Kevin Federline, yang dituangkan dalam buku memoirnya berjudul *You Thought You Knew*. Dalam buku tersebut, Federline mengungkapkan berbagai tuduhan yang menyakitkan terkait kehidupan pernikahan mereka, yang berakhir dengan perceraian pada tahun 2007.
Federline berbicara tentang aspek-aspek kehidupan mereka yang sulit, termasuk masalah hak asuh atas dua anak mereka, Sean Preston dan Jayden James. Ia menyudutkan Spears dengan tuduhan bahwa mantan istrinya pernah menggunakan narkoba saat menyusui dan menunjukkan perilaku tidak stabil di hadapan anak-anak.
Salah satu kutipan dari buku itu, yang dibagikan oleh media, menyebutkan bahwa anak-anak mereka pernah terbangun dan melihat Spears berdiri dengan membawa pisau. Mengenai isi laporan tersebut, Federline mengaku mendapatkan informasinya dari kedua anak mereka dan menambahkan bahwa dia tidak memiliki komunikasi dengan Spears selama bertahun-tahun.
Federline juga menyoroti periode di mana Spears berada di bawah perwalian ayahnya, yang berlangsung dari tahun 2008 hingga 2021. Perwalian ini menjadi pemicu bagi gerakan #FreeBritney yang menghimpun perhatian publik di seluruh dunia.
Ia berpendapat bahwa saat ini, gerakan tersebut perlu bertransformasi menjadi “Save Britney,” menekankan bahwa fokusnya bukan lagi pada kebebasan, tetapi pada kebutuhan untuk bertahan hidup dalam situasi yang semakin genting. Ada juga peringatan bahwa tanpa perubahan, kondisi Spears dapat memburuk lebih jauh.
Spears Menanggapi Tuduhan dengan Emosional
Dalam tanggapannya, Spears menggunakan platform media sosial untuk mengungkapkan perasaannya terhadap tuduhan tersebut. Ia menjelaskan bahwa gaslighting berkelanjutan dari mantan suaminya sangat menyakitkan dan melelahkan. Menurutnya, perjuangannya adalah untuk mendapatkan kembali hak untuk hidup bersama anak-anaknya.
Lebih jauh lagi, Spears mencurahkan isi hatinya tentang interaksi yang minim dengan kedua anak laki-lakinya, yang kini berusia 19 dan 20 tahun. “Memang, hubungan dengan remaja itu sering kali rumit dan mereka juga harus belajar bertanggung jawab atas diri mereka sendiri,” tuturnya.
Spears mengungkapkan bahwa dia hanya mampu bertemu salah satu anaknya selama 45 menit dalam lima tahun terakhir dan bertemu dengan yang lainnya hanya empat kali dalam periode yang sama. Hal ini menambah lapisan kesedihan dalam cerita hidupnya setelah perpisahan.
Memilih Hidup Secara Pribadi dan Sakral
Sejak lepas dari perwalian, Spears mengungkapkan bahwa ia lebih memilih untuk menjalani hidup yang sakral dan lebih pribadi. Ia menegaskan bahwa kebohongan yang ada dalam buku Federline tidak lebih dari sekadar cara untuk mendapatkan uang. “Saya adalah satu-satunya yang benar-benar terluka dalam situasi ini,” jelasnya.
Perwakilan Spears juga menanggapi dengan mengkritik keputusan Federline dan pihak lainnya yang seolah menghidupkan kembali cerita lama demi keuntungan finansial. Mereka menyatakan bahwa perhatian utama pihak Federline tampaknya bukan pada kesejahteraan anak-anak, tetapi lebih pada usaha untuk memanfaatkan situasi yang sudah berlalu.
Dalam buku memoirnya yang dirilis pada tahun 2023, Spears menjelaskan bahwa selama pertikaian hak asuh, Federline berusaha meyakinkan orang lain bahwa dia tidak bisa dikendalikan. Hal ini semakin memperjelas gambaran kompleks tentang hubungan mereka yang penuh dengan konflik dan pertikaian.
Kekhawatiran Tentang Masa Depan dan Kesejahteraan Anak
Kekhawatiran tentang masa depan Spears semakin mendalam, terutama setelah mendengar berbagai klaim yang dituduhkan oleh Federline. Ia merasa bahwa situasi ini tidak hanya mempengaruhi dirinya, tetapi lebih jauh lagi, berdampak pada anak-anak mereka. “Mereka juga berhak untuk merasakan kehidupan yang tenang dan bahagia,” ungkapnya.
Spears berharap agar ada komunikasi yang lebih terbuka di antara dirinya dan anak-anaknya, agar mereka dapat belajar dari pengalaman dan berkolaborasi untuk menciptakan hubungan yang lebih baik. Ia percaya bahwa proses pemulihan hubungan ini memerlukan waktu dan pengertian dari semua pihak.
Keputusan untuk mengangkat kembali masa lalu dalam bentuk buku oleh Federline mengundang berbagai reaksi dari publik. Banyak yang merasa bahwa hal ini adalah langkah yang tidak bijak dan hanya akan memperburuk keadaan, bukan menyelesaikan masalah. Kesedihan dan ketegangan dalam narasi mereka harus ditemukan titik penyelesaiannya.











