Perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Keadaan ini terlihat jelas dalam penjualan mobil yang menurun, khususnya pada segmen entry-level. Hal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat.
Bob Azam, Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia, menyatakan bahwa kondisi ekonomi yang sulit ini mencerminkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap produk otomotif. Mobil kelas bawah yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mencari nafkah mengalami penurunan signifikan.
Data yang dikeluarkan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor menunjukkan bahwa mobil-mobil dalam kategori Low MPV dan LCGC telah absen dari daftar mobil terlaris. Hal ini memperkuat argumen bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah sangat terpuruk secara finansial.
Kebijakan Insentif dan Dampaknya pada Masyarakat
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan insentif untuk mendukung industri otomotif, tetapi kebijakan tersebut terlihat lebih menguntungkan segmen masyarakat atas. Insentif untuk mobil listrik yang diterapkan sepertinya tidak menjangkau masyarakat luas, melainkan hanya kalangan tertentu. Kelas menengah ke bawah justru semakin kesulitan untuk memiliki kendaraan.
Bob mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada orang-orang yang membutuhkan. Mobil-mobil dalam kategori entry-level yang sering digunakan untuk keperluan sehari-hari justru mengalami pembebanan pajak yang tinggi, sebaliknya, mobil-mobil mewah mendapatkan fasilitas lebih.
Insentif bagi mobil listrik impor yang ditawarkan memang menggoda, tetapi manfaatnya terasa lebih besar bagi kalangan menengah atas. Masyarakat yang berada di bawah itu hanya menyaksikan dari jauh tanpa merasakan manfaat dari kebijakan tersebut.
Ketidakadilan dalam Akses ke Kendaraan
Salah satu alasan mengapa kebijakan ini dianggap tidak adil adalah karena mobil listrik di Indonesia kebanyakan dibeli oleh orang-orang yang ingin tampil bergaya. Mereka tidak membeli mobil-mobil tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, melainkan hanya untuk menyombongkan kelas sosial mereka. Ini sangat berbeda dengan tujuan masyarakat kelas bawah yang membutuhkan kendaraan untuk menjalankan aktivitas ekonomi mereka.
Bob menegaskan bahwa banyak dari masyarakat yang menggunakan kendaraan kategori LCGC untuk mencari nafkah, seperti taksi online, harus membayar pajak yang sama dengan mobil-mobil mewah. Hal ini menciptakan situasi yang sangat tidak adil, di mana mereka yang benar-benar membutuhkan menjadi korban.
Kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada ekonomi konsumen, tetapi juga menciptakan kesenjangan sosial yang semakin melebar. Masyarakat yang membeli mobil listrik mendapatkan subsidi yang tak terjangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, sehingga menciptakan batasan yang semakin jelas.
Harapan untuk Kebijakan yang Lebih Adil di Masa Depan
Berdasarkan pengamatan Bob, ada kebutuhan untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang ada. Dia berharap pemerintah dapat mendengarkan keluhan masyarakat dan mempertimbangkan dampak dari kebijakan tersebut terhadap kelas menengah ke bawah. Sektor otomotif memang mencerminkan keadaan ekonomi, dan jika tidak ditangani dengan baik, bisa berakibat buruk bagi masyarakat.
Bob mengungkapkan agar pemerintah lebih memperhatikan mobil yang digunakan oleh rakyat untuk mencari nafkah, bukan hanya yang menjadi simbol kemewahan. Mobil-mobil yang dibutuhkan untuk kegiatan ekonomi sehari-hari seharusnya menjadi fokus kebijakan insentif.
Dengan membuat kebijakan yang lebih inklusif, diharapkan masyarakat yang berada di bawah dapat menikmati manfaat, bukan hanya kalangan atas. Kebijakan insentif yang lebih adil juga berpotensi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.











