Posisi menteri keuangan di setiap negara sangat penting mengingat tanggung jawabnya dalam pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara. Sejarah mencatat bahwa orang-orang kompeten selalu mengisi jabatan ini, termasuk seorang pangeran asal Indonesia yang melarikan diri dari tanah airnya dan berhasil meraih posisi strategis di negeri orang.
Kisah ini dimulai di Makassar, di mana seorang pangeran bernama Daeng Mangalle tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan potensi dan harapan. Namun, keadaan berubah ketika kedatangan VOC, yang membawa dampak buruk bagi Kesultanan Gowa dan mengubah arah hidupnya secara drastis.
Perjanjian Bongaya yang ditandatangani pada tahun 1667 menandai akhir dari pertikaian antara pihak Gowa dan VOC. Perjanjian ini mengakibatkan kedaulatan Gowa tergerus dan membawa kerugian besar bagi penduduknya, termasuk Daeng Mangalle yang merasa tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Sejarah Awal dan Pelarian Daeng Mangalle dari Makassar
Daeng Mangalle adalah pangeran dari Kesultanan Gowa yang sangat berpengaruh di wilayah Makassar. Setelah penandatanganan Perjanjian Bongaya, Daeng Mangalle merasa kecewa dan tertindas, sehingga ia membuat keputusan berani untuk melarikan diri dari tanah airnya. Bersama ratusan pengikutnya, ia meninggalkan Makassar demi mencari kebebasan dan masa depan yang lebih baik.
Setelah pelariannya, ia menuju Banten dan berharap dapat membangun kembali hidupnya. Namun, keadaannya tidak bertahan lama karena Banten menjalin aliansi dengan VOC, memaksanya untuk mencari tempat baru. Daeng Mangalle kemudian melanjutkan perjalanan ke Utara Jawa dan tiba di Siam, yang kini dikenal sebagai Thailand.
Kedatangan Daeng Mangalle di Siam disambut dengan baik oleh Raja Phra Narai, yang terkesan dengan kemampuan keuangannya. Dalam waktu singkat, ia dipercaya untuk mengelola kas kerajaan, sebuah posisi yang menandai awal dari kariernya di negeri yang asing.
Kepemimpinan Daeng Mangalle di Siam dan Tantangan yang Dihadapi
Daeng Mangalle tidak hanya mengelola keuangan, tetapi ia juga diangkat menjadi Menteri Keuangan, atau dalam istilah Thai disebut “Doeja Paedi.” Penunjukan ini mencerminkan kepercayaan yang diberikan oleh Raja kepada dirinya. Sayangnya, posisi ini tidak berlangsung lama karena munculnya tuduhan yang tidak berdasar.
Ia dituduh terlibat dalam konspirasi untuk menggulingkan raja dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Meskipun Daeng Mangalle membantah segala tuduhan tersebut, situasi semakin memburuk, dan ia terpaksa menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar dari yang ia perkirakan.
Raja Phra Narai, yang seharusnya menjadi sekutunya, malah mengambil langkah untuk membatasi ruang geraknya. Dengan bantuan pasukan Prancis, ia mulai mengepung komunitas orang Makassar di Ayuthia, yang mengarah pada konflik bersenjata yang tragis.
Pertempuran Akhir dan Warisan Daeng Mangalle di Sejarah
Dalam pertempuran yang terjadi, keberanian dan semangat perlawanan orang Makassar tampak jelas. Daeng Mangalle dan pengikutnya melawan meskipun mereka menghadapi jumlah musuh yang jauh lebih besar. Mereka berjuang dengan semangat yang tinggi, membela kehormatan dan harga diri mereka di tanah asing.
Namun, takdir berkata lain. Sekitar tahun 1686, Daeng Mangalle tewas dalam pertempuran tersebut. Meskipun demikian, perjuangannya dikenang sebagai lambang keberanian dan ketahanan oleh penduduk lokal, dan warisannya hidup dalam ingatan sejarah.
Daeng Mangalle dikenang bukan hanya sebagai seorang pejuang, tetapi juga sebagai salah satu orang Indonesia pertama yang menjabat posisi setara Menteri Keuangan di kerajaan asing. Kini, nama dan kisah perjuangannya menjadi bagian dari sejarah, baik di Indonesia maupun di Thailand.









