Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengambil langkah penting dengan membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator yang dikenal oleh masyarakat sebagai “Tot Tot Wuk Wuk” dalam pengawalan di jalan raya. Keputusan ini diambil untuk mengevaluasi penggunaan perangkat tersebut dalam pengawalan, guna menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
Kakorlantas Polri, Irjen Agus Suryonugroho, menyatakan bahwa pembekuan ini tidak menghalangi aktivitas pengawalan, tetapi menekankan pentingnya evaluasi penggunaan sirene dan strobo. Mereka ingin memastikan bahwa penggunaannya tepat sasaran dan tidak menimbulkan gangguan bagi pengguna jalan lainnya.
Alasan Pembekuan Penggunaan Sirene dan Rotator di Jalan Raya
Penghentian sementara penggunaan sirene bertujuan untuk merespons aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan suara yang dihasilkan. Agus mengungkapkan bahwa sirene hanya boleh digunakan dalam situasi yang benar-benar mendesak, seperti keadaan darurat yang memerlukan respons cepat.
Dalam keterangan tertulisnya, Agus menyebutkan bahwa jika sirene akan digunakan, haruslah untuk hal-hal yang spesifik dan tidak sembarangan. Ini adalah bagian dari upaya untuk menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih baik bagi semua pengguna jalan.
Keputusan ini juga diharapkan dapat menekan penyalahgunaan sirene yang sering terjadi. Banyak pihak yang menggunakan sirene untuk kepentingan pribadi, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat.
Di tengah pembekuan ini, Korlantas Polri sedang merumuskan aturan baru terkait penggunaan sirene dan rotator, agar dapat lebih ketat dan jelas. Hal ini penting agar hanya pihak-pihak yang berhak yang dapat menggunakan perangkat tersebut.
Regulasi Mengenai Penggunaan Sirene dan Lampu Isyarat
Merujuk pada Pasal 59 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat ketentuan siapa saja yang berhak menggunakan sirene dan rotator. Penggunaan lampu isyarat warna biru, misalnya, hanya diperuntukkan bagi kendaraan petugas kepolisian.
Sementara itu, lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan oleh kendaraan tahanan, pengawalan TNI, ambulan, pemadam kebakaran, dan beberapa kendaraan khusus lainnya. Hal ini diatur dengan ketat untuk memastikan bahwa penggunaan sirene dan rotator tidak disalahgunakan.
Bagi kendaraan-kendaraan yang tidak termasuk dalam kategori tersebut, ada batasan ketat. Kendaraan patroli jalan tol dan kendaraan menarik taksi serta angkutan barang khusus, misalnya, hanya diperbolehkan menggunakan lampu isyarat warna kuning tanpa sirene.
Aturan yang ketat ini diharapkan mampu menciptakan keteraturan di jalur lalu lintas. Dengan demikian, diharapkan pengguna jalan dapat merasakan kenyamanan dan keamanan lebih saat beraktivitas di jalan.
Implikasi Pembekuan Lalu Lintas Terhadap Keamanan Jalan Raya
Pembekuan penggunaan sirene dan rotator ini juga memiliki dampak signifikan pada keselamatan dan kenyamanan di jalan raya. Dengan pengurangan suara sirene yang mengganggu, pengguna jalan diharapkan dapat lebih fokus saat berkendara. Hal ini juga berdampak pada pengurangan stres pengguna kendaraan.
Dan tidak hanya bagi kendaraan pribadi, keputusan ini juga akan memberi dampak positif pada pengguna jalan lainnya, termasuk pejalan kaki dan pengendara sepeda. Dengan suara sirene yang lebih minim, mereka bisa merasa lebih aman saat berada di jalan.
Evaluasi penggunaan sirene diharapkan menjadi tolak ukur bagi pengambilan keputusan ke depan. Langkah ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih baik dan lebih bijak dalam mengatur penggunaan sirene dan rotator di jalan raya.
Sebagai bagian dari transparansi, Korlantas juga terbuka terhadap masukan dari masyarakat, terutama mengenai penggunaan sirene yang dirasa mengganggu. Ini menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam menanggapi keluhan dan aspirasi warga.










