Pelatih Manchester United, Ruben Amorim, baru-baru ini mengungkapkan keengganannya untuk terlibat di media sosial. Hal ini tentu menc引al perhatian, mengingat banyak pelatih dan pemain yang aktif dan sering berinteraksi dengan penggemar secara daring.
Amorim, yang sudah menghabiskan waktu 13 bulan melatih Setan Merah, merasakan dampak dari dunia maya dalam kariernya. Dengan performa tim yang fluktuatif, ia sering menjadi sasaran kritik dari para penggemar yang emosional.
Temuan penelitian yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa pelatih dan pemain sepak bola sering kali menjadi target kemarahan netizen. Hampir dua ribu kata kasar dapat muncul dalam waktu seminggu, yang membuat situasi semakin menegangkan bagi mereka.
Mengapa Pelatih Sepak Bola Terkena Dampak Media Sosial?
Tingginya tingkat emosi di kalangan penggemar sepak bola memang sudah menjadi hal yang umum. Setiap kekalahan tim sering kali memicu reaksi cepat dari para pendukungnya.
Dalam konteks ini, pelatih sering kali dianggap sebagai sosok utama yang bertanggung jawab atas performa tim. Dengan demikian, wajar jika kritik dan cacian diarahkan kepada mereka, termasuk Amorim.
Amorim menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan bagian normal dari profesi yang dijalankannya. Ia menyadari ekspektasi tinggi yang diletakkan di pundaknya dan tidak menghindar dari tanggung jawab itu.
Pentingnya Kesehatan Mental bagi Pelatih Sepak Bola
Kesehatan mental adalah isu serius dalam dunia olahraga, terutama bagi pelatih. Tekanan dari berbagai pihak dapat berdampak negatif jika tidak dikelola dengan baik.
Amorim memilih untuk tidak membaca komentar di media sosial sebagai bentuk perlindungan diri. Ia percaya, menjaga mental adalah prioritas yang tak boleh diabaikan.
“Saya tidak menonton TV ketika membicarakan Manchester United. Bukan karena saya tidak setuju, tetapi untuk menjaga kesehatan mental saya,” ungkapnya.
Menjaga Keluarga dan Kehidupan Normal
Bagi Amorim, keputusan untuk menjauhi media sosial meski harus kehilangan potensi pendapatan dari sponsor tidaklah mudah. Namun, ia bersikeras bahwa ini semua demi kesejahteraan keluarganya.
Ia menyadari bahwa media sosial bisa menjadi pintu masuk ke dunia positif, namun risikonya terlalu besar jika dijadikan acuan utama dalam hidupnya. Dengan memilih untuk tidak terlibat, Amorim merasa bahwa ia bisa menjalani kehidupannya dengan lebih tenang.
“Satu-satunya cara untuk melindungi diri saya sendiri adalah dengan menjauh dari pengaruh negatif,” lanjutnya dengan tegas.
Dampak Keputusan Amorim terhadap Tim
Pilihan Amorim untuk tidak aktif di media sosial menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana hal ini memengaruhi timnya dalam jangka panjang. Apakah pendekatannya ini akan membuatnya lebih fokus pada strategi permainan?
Tanpa gangguan dari dunia maya, Amorim berharap bisa memberikan yang terbaik untuk Manchester United. Ia ingin mengalihkan fokusnya sepenuhnya kepada para pemain dan taktik yang dilapangkan di lapangan.
Namun, di sisi lain, kurangnya interaksi di media sosial bisa membuat pelatih kehilangan kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan para penggemar.











