Nenek Syamsiah, seorang wanita berusia 48 tahun, terpaksa meringis kesakitan akibat luka diabetes yang mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Ia mengalami pembengkakan dan warna biru pada telunjuk kanannya, yang membuatnya merasa tidak berdaya dan menyakitkan.
Setiap harinya, dia harus berjuang mengatasi rasa sakit ini sambil memastikan anak semata wayangnya, Indra, mendapatkan perhatian dan kebutuhan yang layak. Sebagai seorang penjahit, keterbatasan fisiknya sangat berdampak pada kemampuannya untuk bekerja dan mencukupi kebutuhan.
Dengan keadaan yang semakin sulit, Nenek Syamsiah tidak hanya berjuang melawan luka dan kesakitan, tetapi juga harus menghadapi tantangan dalam merawat Indra yang memiliki keterbelakangan mental. Kehidupan mereka semakin berat setelah suaminya meninggal dunia.
Kehidupan yang Penuh Rintangan dan Kesedihan
Sejak kepergian suaminya, Nenek Syamsiah merasakan kesepian dan kesulitan yang mendalam. Dia terpaksa mengungsi setelah diusir dari kontrakan karena tidak mampu membayar sewa, dan terpaksa tinggal di sebuah rumah seadanya yang dibangun dari seng dan kayu.
Ikhtiar mereka untuk bertahan hidup menjadi semakin berat ketika makanan pun menjadi barang langka. Dalam kondisi kesehatan yang terus memburuk, ia pernah terpaksa tidak memiliki uang sepeser pun di kantongnya. Momen-momen kelaparan menjadi bagian dari rutinitasnya yang sangat menyedihkan.
Meski menghadapi banyak tantangan, cinta dan perhatian Nenek Syamsiah kepada Indra tidak pernah surut. Ia selalu berusaha keras untuk memastikan anaknya mendapatkan makanan, meskipun hanya sekadar dari tanaman yang tumbuh di sekitar rumah.
Menghadapi Kesulitan Ekonomi dengan Keberanian
Kesulitan ekonomi menjadi salah satu penghalang terbesar bagi Nenek Syamsiah. Dia berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan harus menyuruh Indra mengumpulkan tanaman singkong dan ubi untuk mengganjal perut.
Dalam setiap langkahnya, Nenek Syamsiah harus berhadapan dengan realitas pahit, di mana makanan yang layak sulit didapat. Kebersamaan mereka sering kali diwarnai dengan air mata, ketika ia harus meminta bantuan orang lain untuk sekadar bisa mendapatkan beras.
Setiap kali momen sulit itu datang, Nenek Syamsiah selalu mengingatkan Indra untuk bersabar. Rasa cemas dan khawatir tentang bagaimana mendapatkan uang untuk makan selalu menghantuinya, namun ia tetap berusaha keras untuk tidak terlihat lemah di hadapan anaknya.
Harapan di Tengah Keterpurukan
Meskipun hidup dalam kondisi yang sulit, harapan Nenek Syamsiah untuk masa depan yang lebih baik tidak pernah padam. Ia terus mencari cara untuk meningkatkan keadaan hidupnya dan Indra, meskipun sering kali merasa putus asa.
Setiap permohonan bantuan yang ia ajukan, baik kepada tetangga atau lembaga sosial, semoga dapat membawa sedikit perubahan dalam hidup mereka. Keberanian dan ketekunan Nenek Syamsiah menjadi teladan bagi banyak orang yang menghadapi kesulitan serupa.
Bagi Nenek Syamsiah, satu hal yang paling berharga dalam hidupnya adalah anaknya. Dia bertekad untuk menjaga Indra agar tetap sehat dan terlindungi, meskipun harus berjuang memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari.