Raja Keraton Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Hangabehi, baru saja meninggal dunia pada Minggu, 2 November. Kepergian beliau meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga, kerabat, dan seluruh masyarakat Surakarta.
Pemakaman Pakubuwono XIII dijadwalkan akan dilaksanakan di Pajimatan Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu, 5 November. Ini menjadi momen penting untuk mengenang jasa-jasanya selama memimpin Keraton Surakarta.
“Pemakaman sudah kita sepakati untuk Hari Rabu Tanggal 5, kita upacara mulai Jam 8 pagi,” ungkap adik Pakubuwono XIII, GKR Koes Moertiyah Wandansari. Upacara pemakaman ini akan diwarnai dengan tradisi dan adat yang kental.
Sejarah dan Kebudayaan di Kompleks Makam Pajimatan Imogiri
Kompleks Makam Imogiri, tempat di mana Pakubuwono XIII akan dimakamkan, memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Menurut informasi yang beredar, lokasi tersebut merupakan tempat persemayaman para raja dan keluarga besar Dinasti Mataram Islam.
Makam ini terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok makam Raja-Raja Mataram Islam, kelompok makam Raja-Raja Kasultanan Yogyakarta, dan kelompok makam Raja-Raja Kasunanan Surakarta. Dengan membaginya seperti ini, masing-masing kelompok memiliki nilai tersendiri dalam sejarah.
Keberadaan kompleks ini bukan hanya sekadar tempat pemakaman, tetapi juga menjadi lambang dari kebudayaan dan sejarah panjang bangsa Indonesia. Setiap jenazah yang di makamkan di sini memiliki kisah dan latar belakang yang kaya, menjadikannya tempat yang layak untuk penghormatan terakhir.
Prosesi Pemakaman yang Penuh Makna
Jenazah Pakubuwono XIII saat ini berada di Masjid Pujasana, dalam kompleks Keraton Surakarta. Jenazah akan dipindahkan dari Loji Gandrung menuju mobil jenazah untuk keberangkatan ke Imogiri.
Prosesi pemakaman ini akan dilaksanakan dengan berbagai upacara adat yang mengedepankan nilai-nilai tradisi. Keraton Surakarta telah menyiapkan kereta khusus bernama Rata Pralaya untuk membawa jenazah menuju persemayaman terakhir.
Kereta ini memiliki sejarah panjang, digunakan untuk mengangkut jenazah raja-raja Keraton Surakarta sejak zaman Pakubuwono X. Dengan cara ini, tradisi dan simbol keagungan tetap terjaga hingga saat ini.
Kisah Hidup dan Pernah Menghadapi Tantangan
Susuhunan Pakubuwono XIII Hangabehi berpulang di usia 77 tahun. Beliau diangkat menjadi pemimpin Keraton Surakarta pada tahun 2004 dan telah menjalani berbagai transformasi selama masa kepemimpinannya.
Lahir dengan nama asli Gusti Raden Mas Suryo Partono pada 28 Juni 1948, beliau memiliki latar belakang yang unik sebelum menduduki tahta. Sebelum menjadi pemimpin, Pakubuwono XIII sempat bekerja di Caltex Pacific Indonesia selama beberapa waktu.
Di awal masa kepemimpinannya, beliau menghadapi tantangan dari saudaranya sendiri, Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Panembahan Agung Tedjowulan, yang mengklaim memiliki hak atas takhta. Konflik ini dikenal dengan sebutan “Raja Kembar” dan berlangsung cukup lama sebelum akhirnya terjalin rekonsiliasi.
Momen Duka yang Dirasakan oleh Seluruh Masyarakat
Kepergian Pakubuwono XIII meninggalkan kesedihan mendalam tidak hanya di kalangan keluarga, tetapi juga masyarakat yang mengenal dan menghormati beliau. Selama kepemimpinannya, beliau dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan peduli terhadap budaya serta masyarakat.
Duka cita ini juga dirasakan oleh para pegawai keraton dan masyarakat sekitar yang sering berinteraksi dengan beliau. Warisan yang ditinggalkannya akan selalu dikenang dan dijunjung tinggi.
Tradisi pemakaman yang diadakan diperkirakan akan dihadiri oleh banyak orang, sebagai bentuk penghormatan terakhir. Serta, diharapkan dapat menguatkan masyarakat Surakarta dalam menghadapi kehilangan yang sangat berarti ini.











