Pajak yang tinggi dan masalah pembajakan buku telah menjadi isu yang serius bagi para penulis di Indonesia. Dalam pandangan Iman Santosa, Direktur Penerbitan dan Fotografi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tantangan ini sangat mengganggu ekosistem penulisan dan penerbitan di tanah air.
“Pajak dan pembajakan adalah dua masalah utama yang dihadapi penulis,” ucap Iman. Ia menegaskan bahwa penulis sering merasa tertekan oleh sistem perpajakan yang tidak mendukung serta maraknya tindakan pembajakan yang mempengaruhi pendapatan mereka.
Salah satu keluhan yang kerap disampaikan adalah mengenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) royalti yang mencapai 15 persen. Penulis-penulis terkemuka, seperti J.S. Khairen dan Asma Nadia, juga telah menyuarakan keresahan mereka terkait isu ini.
Iman menjelaskan bahwa proses pemungutan pajak ini tidak selalu final. Penulis masih harus melaporkan penghasilan royalti dalam SPT tahunan, yang berpotensi membuat mereka membayar pajak dua kali untuk satu sumber penghasilan. Ini menjadi masalah besar, terutama karena royalti dibayarkan secara bertahap, dikaitkan dengan penjualan buku.
“Royalti dibayarkan sesuai jiwa penjualan, bukan langsung sekaligus. Dengan pajak yang tinggi, potongan ini semakin mengecilkan pendapatan penulis,” jelasnya. Di tengah masalah ini, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk merevisi tarif PPh royalti demi memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para penulis.
Masalah pembajakan buku tetap menjadi ancaman nyata bagi banyak penulis. Meskipun beberapa platform, seperti Shopee, telah mulai mengambil tindakan untuk menanggulangi konten ilegal, masih banyak platform digital lain yang cenderung lambat dalam mengatasi masalah ini.
Iman mencatat, “Saat ini hanya Shopee yang responsif terhadap masalah ini. Namun di platform lain, seperti Tokopedia dan TikTok, belum terlihat tindakan yang nyata.” Kondisi ini menuntut adanya pendekatan yang lebih proaktif dari penyedia layanan digital untuk melindungi hak cipta penulis.
Pemerintah berupaya mendorong kesadaran akan pentingnya membeli buku asli. Langkah ini diharapkan bisa memperkuat posisi penulis dalam industri kreatif. “Kita ingin menumbuhkan kesadaran beli buku asli, karena di balik setiap buku terdapat riset dan dedikasi yang besar,” kata Iman.
Iman juga menyoroti bahwa subsektor penerbitan dan penulisan berkontribusi signifikan terhadap lapangan kerja, lebih banyak dibandingkan dengan subsektor kreatif lainnya, seperti film dan musik. Menurut data yang ada, terdapat sekitar 49 ribu penulis aktif di Indonesia, belum termasuk penulis independen dan digital.
Namun, ia menyayangkan bahwa kontribusi besar ini belum mendapatkan perlindungan yang semestinya. “Kami ingin agar penulis tidak hanya dilihat dari sisi budaya, tetapi juga dari perspektif ekonomi yang lebih luas,” tegasnya.
Impak Pajak dan Pembajakan Terhadap Penulis
Dari sudut pandang perekonomian, pajak yang tinggi jelas mengurangi insentif bagi penulis untuk terus berkarya. Dengan sistem perpajakan yang tidak adil ini, banyak penulis yang merasa tidak mendapatkan imbal balik setimpal atas karya mereka.
Pembajakan buku, di sisi lain, menambah beban yang sudah cukup berat. Penulis tidak hanya kehilangan potensi pendapatan tetapi juga penghargaan terhadap karya mereka. Ini tentu menjadi masalah serius, terutama bagi penulis baru yang sedang membangun karir.
Oleh karena itu, kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya membeli buku asli sangat diperlukan. Tanpa dukungan dari pembaca, penulis akan semakin sulit bertahan dan berkembang dalam industri yang kompetitif ini.
“Kami berharap masyarakat dapat memahami pentingnya mendukung penulis melalui pembelian buku secara legal,” ungkap Iman. Dengan demikian, penulis akan lebih termotivasi untuk berkarya dan menghasilkan karya-karya berkualitas.
Pada akhirnya, upaya untuk melindungi hak penulis dari praktik pembajakan dan memastikan pajak yang adil adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan industri penerbitan dan penulisan di Indonesia.
Langkah-langkah yang Dapat Ditempuh untuk Mengatasi Masalah ini
Pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat mengambil beberapa langkah strategis dalam mengatasi masalah pajak dan pembajakan buku. Salah satunya adalah dengan merevisi ketentuan perpajakan yang ada, agar lebih menguntungkan bagi para penulis.
Selain itu, meningkatkan koordinasi antara pemerintah dan platform digital untuk menghadapi masalah pembajakan juga merupakan langkah penting. Dengan kerja sama yang baik, diharapkan tindakan tegas terhadap konten ilegal bisa lebih efektif.
Penting juga untuk melibatkan masyarakat dalam kampanye kesadaran beli buku asli. Melalui program-program edukasi, masyarakat bisa lebih memahami nilai dari setiap buku yang mereka beli dan tempat penulis di dalam proses kreatif itu.
Keberadaan asosiasi penulis juga bisa membantu memperjuangkan hak dan suara penulis. Melalui komunitas ini, penulis dapat bersatu untuk menyelami masalah yang dihadapi dan menciptakan solusi yang lebih komprehensif.
Dari sisi teknologi, inovasi dalam sistem distribusi buku juga perlu dipertimbangkan. Platform digital dapat bermitra dengan penulis untuk menjangkau pembaca dengan cara yang lebih efisien dan aman.
Pentingnya Perlindungan Hak Cipta bagi Penulis
Melindungi hak cipta penulis adalah hal yang sangat penting dalam mendorong kreativitas dan inovasi. Saat penulis merasa bahwa hak mereka terjaga, mereka akan lebih berani untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan menciptakan karya yang menarik.
Kedisiplinan dalam menerapkan aturan perlindungan hak cipta juga akan memberikan rasa aman bagi para penulis. Mereka akan merasa lebih tenang dalam berkarya tanpa khawatir akan kehilangan hasil kerja keras mereka akibat pembajakan.
Pada akhirnya, kolaborasi antara penulis, pemerintah, dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan suatu ekosistem yang sehat bagi industri penerbitan. Dengan semua pihak bekerja sama, masa depan penulisan di Indonesia dapat lebih cerah.
“Mari kita ciptakan lingkungan yang mendukung penulis dan menghargai karya mereka. Hanya dengan cara ini kita bisa melangkah maju sebagai masyarakat yang menghargai nilai budaya dan kreativitas,” tutup Iman.