Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara memiliki rencana strategis untuk menangani utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Desakan mendesak muncul karena utang tersebut telah menciptakan beban berat di neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Menurut Chief Operating Officer (COO) BPI, Dony Oskaria, terdapat dua alternatif yang sedang dipertimbangkan untuk mengatasi masalah utang ini. Alternatif pertama adalah menyuntikkan dana ke KAI, dan yang kedua mencakup pengambilalihan infrastruktur proyek Kereta Cepat.
Dalam penjelasannya, Dony menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan kinerja pada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Hal ini terlihat dari jumlah penumpang harian Whoosh yang berkisar antara 20 ribu hingga 30 ribu orang.
Membahas Solusi Utang Proyek Kereta Cepat yang Rawan
Dony menegaskan bahwa penting untuk mempertimbangkan keberlanjutan KAI dalam pengambilan keputusan ini. KCIC saat ini berada di bawah naungan KAI, sehingga menentukan opsi terbaik menjadi hal yang krusial.
“Ada beberapa alternatif solusi yang diusulkan kepada pemerintah untuk menjaga keberlangsungan proyek ini,” ungkapnya di JICC Senayan, Jakarta. Pendekatan ini menunjukkan komitmen BPI untuk mencari cara paling efisien dalam mengatasi masalah keuangan.
Kedua skema penyelesaian utang yang sedang dibahas mencakup penyertaan modal serta kemungkinan penyerahan infrastruktur kepada pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari praktik umum di industri kereta api, di mana infrastruktur biasanya dimiliki oleh pemerintah.
Rincian Struktur Kepemilikan Proyek Kereta Cepat
Penjelasan lebih lanjut mengenai struktur kepemilikan proyek menunjukkan bahwa PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah hasil konsorsium antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan beberapa perusahaan dari China. Hal ini menjadikan proyek ini sangat kompleks.
Saham PSBI, sebagai bagian dari konsorsium, terdiri atas 51,37 persen yang dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia. Sementara 39,12 persen dimiliki oleh PT Wijaya Karya, dan sisanya terbagi antara PT Perkebunan Nusantara I dan PT Jasa Marga.
Menurut data, 75 persen pembiayaan untuk Proyek Kereta Cepat Whoosh berasal dari pinjaman dari China Development Bank. Sisa dari biaya proyek ditopang oleh penyertaan modal dari pemegang saham, yang terdiri dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan Beijing Yawan HSR Co Ltd.
Pentingnya Keberlanjutan dan Pendanaan untuk Proyek
Dengan adanya kondisi keuangan yang tak menentu, aspek keberlanjutan menjadi fokus utama dalam pengembangan proyek Kereta Cepat. Dony menyoroti betapa pentingnya memasukkan pendanaan yang tepat untuk menjaga kelangsungan layanan kereta cepat ini.
Dalam industri transportasi, keberhasilan sebuah proyek tidak hanya ditentukan oleh infrastruktur fisik, tetapi juga oleh model bisnis dan aspek finansial yang mendukungnya. Untuk itu, BPI terus berupaya menggali solusi terbaik.
Pembahasan mengenai isu ini tidak hanya melibatkan pihak internal KAI dan BPI, tetapi juga memerlukan keterlibatan aktif dari pemerintah. Dukungan kebijakan menjadi sangat penting dalam menyokong proyek yang telah dijanjikan ini untuk berkontribusi lebih besar bagi masyarakat.










