Industri otomotif di Indonesia menghadapi tantangan serius dengan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda sektor rantai pasokan komponen. Dalam situasi yang semakin sulit, Kementerian Perindustrian meminta agar Agen Pemegang Merek (APM) seperti Toyota, Suzuki, dan Daihatsu berkomitmen untuk tidak merumahkan pekerja untuk menjaga stabilitas ekonomi. Hal ini menunjukkan dampak besar yang dirasakan oleh banyak pekerja di sektor ini.
Kondisi ini memang bukan tanpa alasan, karena sejak tahun lalu, industri otomotif nasional telah terjerembab dalam masalah yang berkelanjutan. Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) menjelaskan bahwa PHK ini sudah berlangsung sejak pertengahan 2024, yang memicu keprihatinan di kalangan pekerja dan pengusaha.
Melalui laporan dari perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam GIAMM, ketidakstabilan ini mengakibatkan pengurangan karyawan yang bervariasi antara 3 persen hingga 23 persen dari total pekerja di masing-masing perusahaan.
Ketidakpastian dalam Pasar Otomotif Nasional dan Dampaknya
Rachmat menggarisbawahi bahwa situasi ketidakpastian di pasar otomotif Indonesia telah berlangsung sejak awal 2023. Penurunan permintaan yang signifikan membuat pasokan komponen untuk produsen berkurang hingga 28 persen pada Juli 2025. Ini sangat mempengaruhi industri dan juga karyawan yang bergantung pada kestabilan sektor ini.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan ritel kendaraan roda empat mengalami penurunan drastis sebesar 10,8 persen dalam periode Januari hingga Juli 2025 dibandingkan tahun lalu. Pergerakan angka ini sulit diprediksi, dan bagi banyak perusahaan, menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan langkah strategis untuk bertahan.
Tak hanya penjualan mobil yang merosot, tetapi juga sepeda motor yang juga mengalami penurunan signifikan. Data menunjukkan bahwa penjualan roda dua menurun dari 3.769.895 unit tahun sebelumnya menjadi 3.691.677 unit pada periode yang sama tahun ini. Hal ini menambah kompleksitas masalah yang dihadapi oleh industri otomotif di Indonesia.
Masalah Impor dan Keterbatasan Pasar Kendaraan Listrik
Salah satu faktor yang turut memperburuk situasi ini adalah meningkatnya impor truk Completely Built Up (CBU) untuk kebutuhan pertambangan, yang semakin menekan pasar dalam negeri. Bahkan, meskipun terdapat pertumbuhan dalam segmen kendaraan listrik, kendaraan tersebut tidak memerlukan banyak komponen seperti mobil konvensional, sehingga dampaknya terhadap industri komponen jauh lebih sedikit.
Rachmat menegaskan bahwa saat ini sektor otomotif nasional tergerus lebih dari 38 persen, dan dengan berbagai tekanan ini, beberapa industri komponen terpaksa mengurangi jumlah karyawannya. Inisiatif untuk memproduksi lebih banyak kendaraan listrik memang perlu dilakukan, namun langkah ini mesti diimbangi dengan pendekatan yang holistik terhadap akar masalah yang ada.
Ketidakstabilan pasar yang berkelanjutan membuat banyak industri komponen dan part otomotif tidak bisa mempertahankan jumlah karyawan mereka, yang pada akhirnya menambah beban sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Permohonan Bantuan dari Pemerintah untuk Stabilitas Ekonomi
Rachmat juga mengemukakan bahwa untuk perusahaan APM yang biasanya merupakan multinasional, mereka bisa lebih bertahan dalam situasi ini, berbanding terbalik dengan perusahaan komponen yang relatif lebih kecil dan bergantung sepenuhnya kepada keberlangsungan pasar domestik. Tak ada pilihan lain bagi mereka selain meminta bantuan pemerintah agar bisa meredakan gejolak PHK yang semakin meluas dalam industri komponen otomotif.
Dia menekankan pentingnya tindakan cepat dari pemerintah untuk mengurangi dampak dari PHK massal terhadap industri ini. Jika pemerintah terlambat dalam memberikan aksi, kemungkinan besar lebih banyak pekerja di sektor ini akan menjadi korban dari situasi yang merugikan ini.
GIAMM juga sudah menyampaikan beberapa usulan kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada produk otomotif yang menggunakan lebih banyak komponen lokal. Rachmat menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung industri lokal untuk meningkatkan daya saing dan juga memastikan kelangsungan pekerjaan di dalam negeri.
Komitmen APM dalam Menjaga Pekerjaan dan Stabilisasi Harga
Dalam upaya menstabilkan kondisi ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga telah melakukan pertemuan dengan APM besar seperti Toyota, Suzuki, dan Daihatsu. Dalam pertemuan tersebut, ia menekankan untuk menjaga harga jual mobil dan tidak melakukan PHK untuk melindungi daya beli masyarakat serta lapangan kerja di sektor otomotif yang sangat vital bagi ekonomi nasional.
Agus mengungkapkan bahwa semua langkah ini diharapkan dapat mencegah gejolak lebih lanjut di sektor otomotif yang sudah tertekan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ia menekankan bahwa menjaga kestabilan di sektor ini bukan hanya penting bagi industri, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat yang tergantung pada sektor ini.
Dalam situasi sulit seperti ini, kolaborasi antara pemerintah dan sektor industri menjadi kunci untuk mendapatkan strategi yang lebih baik demi kelangsungan industri otomotif di Indonesia. Bersama-sama, diharapkan bisa merengkuh solusi yang tidak hanya menjawab tantangan saat ini tetapi juga membangun fondasi yang lebih kuat untuk masa depan. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan keadaan yang sulit ini dapat segera berangsur pulih, dan semua pihak dapat kembali fokus pada pengembangan industri otomotif yang lebih kompetitif dan inovatif.