Bayangkan seorang prajurit yang dinyatakan hilang selama puluhan tahun hanya untuk ditemukan hidup dan sehat. Kisah ini menceritakan tentang Teruo Nakamura, seorang tentara Jepang yang hidup dalam pengasingan di hutan Maluku selama lebih dari tiga dekade, tanpa mengetahui bahwa Perang Dunia II telah berakhir.
Dengan latar belakang yang penuh petualangan dan kesedihan, perjalanan hidup Teruo menggambarkan ketahanan dan keuletan seorang manusia. Dia bertolak ke hutan karena terjebak dalam perang yang seharusnya telah usai, namun tetap berjuang untuk bertahan hidup.
Kisah Teruo Nakamura yang Menghebohkan Dunia
Teruo Nakamura lahir di Taiwan dengan nama asli Attun Palalin. Ia mengubah namanya dan bergabung dengan tentara Jepang pada masa pendudukan, yang membawanya jauh dari tanah kelahiran ke wilayah Maluku yang eksotis.
Setelah ditugaskan di Halmahera dan kemudian berpindah ke Morotai, Teruo terlibat dalam pertempuran sengit melawan pasukan Amerika Serikat. Meskipun pertempuran semakin ketat, ia merasa bangga menjaga kehormatan negaranya.
Ketika perang berakhir pada Agustus 1945, informasi tentang surrender Jepang tidak pernah sampai ke telinganya. Terpaksa, ia dan rekan-rekannya bersembunyi dan terus bertahan seakan-akan perang masih berlangsung.
Pihak luar menganggap Teruo telah meninggal dunia, dan akhirnya ia dinyatakan hilang selamanya pada tahun 1945. Sementara itu, sang istri pun melanjutkan hidup tanpa mengetahui nasib suaminya.
Dengan kondisi yang tidak menentu, Teruo berjuang sendirian, diterpa situasi yang semakin sulit, dan betapa ironisnya hidupnya saat itu, ia benar-benar terasing dari dunia luar.
Kehidupan Teruo di Hutan Selama Tiga Dekade
Selama lebih dari 30 tahun, Teruo hidup di hutan dengan cara berburu dan memanfaatkan hasil alam. Dia menciptakan kebun kecil dan membangun gubuk sederhana untuk bertahan hidup.
Gubuk yang ia buat dari bambu menjadi rumahnya. Pagi harinya, ia sering mencari ikan di sungai terdekat untuk memperoleh makanan. Meskipun hidup dalam kesendirian, ia tetap menjaga kebersihan dan penampilannya.
Teruo membuat berbagai alat sederhana untuk membantu aktivitas sehari-harinya. Bahkan, ia menggunakan permukaan air sebagai cermin untuk merawat diri agar tetap rapi.
Dia tumbuh sebagai seorang petani tanpa pernah mengakses pengetahuan dari luar dunia yang modern. Ia mengandalkan keterampilannya untuk bertahan hidup, menanam umbi-umbian dan sayuran serta menggali berbagai sumber makanan dari hutan.
Kedisiplinan dan ketekunannya menjadi kunci keberhasilan dalam menjalani hidup yang tak terduga ini, sekaligus pelajaran berharga tentang kekuatan manusia dalam menghadapi kesulitan.
Pertemuan Pertama yang Mengejutkan
Kehidupan Teruo mulai berubah ketika ia ditemukan oleh dua tentara Indonesia pada 18 Desember 1974. Saat ditemukan, ia berada dalam kondisi yang sehat, meski terlihat sangat terkejut dan ketakutan.
Proses penangkapannya berlangsung sulit, karena pada awalnya Teruo tidak memahami bahwa para tentara tersebut adalah teman, bukan musuh. Ia berjuang untuk melawan, menunjukkan betapa mendalamnya trauma dan rasa takut yang dialaminya.
Pertemuan ini langsung menjadi berita besar. Setelah diperiksa, ia dibawa ke Jakarta untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Di sana, ia bertemu dengan otoritas Jepang yang menjelaskan bahwa perang telah berakhir dan ia tidak perlu lagi terjebak dalam delusi.
Perjalanan kembali ke Taiwan pun dimulai. Teruo berhadapan dengan kenyataan bahwa ia harus meninggalkan kehidupan lamanya di hutan dan menghadapi dunia yang telah banyak berubah.
Reuni dengan keluarganya di Taiwan berlangsung emosional meskipun banyak waktu yang telah hilang. Ini adalah penutup cerita yang panjang dan penuh liku bagi seorang prajurit yang sederhana.