Menteri Keuangan baru-baru ini memberikan wawasan mengenai langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam merevisi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan ini dinilai penting untuk menyesuaikan dengan tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia, termasuk pengelolaan defisit yang kian meningkat.
Salah satu isu yang diangkat adalah batas defisit anggaran dan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Kebijakan ini dianggap relevan dan perlu dikaji ulang agar mampu menciptakan kebijakan fiskal yang lebih fleksibel bagi pertumbuhan ekonomi.
Perubahan dan Tantangan dalam Kebijakan Fiskal Indonesia
Menteri Keuangan mengatakan bahwa batas defisit APBN sebesar 3 persen dan rasio utang maksimum 60 persen perlu dilihat dari sudut pandang yang lebih luas. Menurutnya, banyak negara maju, termasuk yang ada di Eropa, telah melanggar ketentuan tersebut tanpa mengalami dampak negatif yang signifikan.
“Banyak negara Eropa yang melanggar ketentuan mengenai defisit anggaran. Kenapa kita tidak boleh mengambil kebijakan yang lebih fleksibel?” ujarnya dalam sebuah acara media briefing. Ini menunjukkan adanya keinginan untuk melakukan diskusi lebih dalam tentang kebijakan fiskal yang ada.
Dalam pengamatannya, defisit anggaran yang lebih tinggi mungkin diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, rasio utang yang lebih besar tidak selalu berarti akan memperburuk kondisi perekonomian negara.
Dia juga menyebut contoh Amerika Serikat yang memiliki defisit lebih tinggi tetapi tetap mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menegaskan bahwa setiap negara memiliki kondisi unik yang mempengaruhi kebijakan fiskalnya.
Meskipun ada banyak masukan untuk disiplin fiskal, Menteri Keuangan menekankan pentingnya untuk tetap mematuhi prinsip-prinsip dasar anggaran dalam konteks khusus Indonesia. Keseimbangan antara pertumbuhan dan disiplin keuangan menjadi fokus utama dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi.
Masukan dari Internasional dan Respons Indonesia
Selama pembicaraan tersebut, Menteri juga mengungkapkan bahwa dia pernah menerima masukan dari akademisi internasional, termasuk seorang profesor dari Jepang. Dalam masukan tersebut, dia diingatkan untuk menjaga defisit fiskal dan rasio utang agar tetap sehat.
Akan tetapi, hal yang menarik adalah rasio utang Jepang sendiri saat ini telah mencapai angka yang cukup tinggi, dengan mencatatkan lebih dari 125 persen. Ini menunjukkan bahwa norma yang ada mungkin tidak selalu relevan dalam setiap konteks ekonomi.
Menanggapi saran-saran dari pihak internasional, dia merasa bahwa banyak rekomendasi yang tidak bersifat pragmatis. “Ada kalanya saran tersebut terdengar tidak adil jika dibandingkan dengan kenyataan yang dihadapi negara lain,” ungkapnya.
Purbaya mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap lembaga rating internasional yang memberikan anjuran yang tidak realistis. Kritik ini menunjukkan adanya tantangan dalam menjembatani perspektif internasional dengan kebutuhan domestik.
Dia menegaskan bahwa meskipun menerima masukan dari luar, hal ini tidak mengubah fundamental dari kebijakan fiskal yang sedang diusulkan. Semua keputusan tetap harus merujuk pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini.
Disiplin Fiskal dan Langkah Selanjutnya
Meski ada keinginan untuk merevisi kebijakan, Menkeu memastikan bahwa dirinya tidak akan melanggar prinsip-prinsip dasar fiskal. Salah satu harapannya adalah, dengan kebijakan yang tepat, perekonomian Indonesia dapat pulih dengan baik tanpa perlu melanggar batas-batas yang ditetapkan.
“Jika perekonomian baik dan tumbuh, kita akan berada dalam posisi lebih baik untuk menghadapi masalah fiskal,” jelasnya. Hal ini menunjukkan optimisme yang mendasari kebijakan yang akan diambil.
Dia juga berdiskusi tentang prospek untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor perpajakan. Dengan pertumbuhan yang baik, pendapatan pajak diharapkan dapat meningkat, mengurangi ketergantungan pada utang.
Lebih jauh, mantan pegawai Kementerian Keuangan ini menjelaskan bahwa revisi terhadap UU Keuangan Negara yang masuk dalam Prolegnas tidak berarti bahwa perubahan akan dilakukan secara drastis. Usulan tersebut masih memerlukan kajian dan diskusi lebih lanjut.
Purbaya yakin bahwa penyesuaian kebijakan dapat dilakukan tanpa harus merusak fondasi keuangan negara. Dengan pendekatan yang lebih pribadi dan fleksibel, pemerintah dapat menciptakan kebijakan fiskal yang lebih responsif.











