Dunia pariwisata Indonesia saat ini menghadapi sebuah perubahan yang signifikan, terutama dalam cara generasi muda menikmati liburan. Wisatawan dari Generasi Milenial, Gen Z, dan Gen Alpha menunjukkan tren yang lebih mementingkan foto-foto Instagrammable daripada pengalaman menyeluruh dan autentik dari destinasi yang mereka kunjungi.
Seorang pengamat pariwisata menjelaskan bahwa dorongan untuk memiliki konten visual yang menarik telah mengubah cara orang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Kecenderungan ini berkaitan dengan kebutuhan untuk berbagi momen di platform media sosial, di mana visual yang memukau menjadi primadona.
Banyak dari mereka tidak menghabiskan waktu yang lama di satu tempat. Ketertarikan utama mereka adalah untuk mendapatkan foto yang dapat segera dibagikan, menjadi tanda keberadaan dan pengalaman mereka di destinasi tersebut.
Transformasi Pengalaman Wisata di Era Digital dan Media Sosial
Di era digital, pengalaman wisata telah berubah menjadi sebuah ajang untuk menunjukkan eksistensi di dunia maya. Wisatawan merasa perlu untuk membuktikan kehadiran mereka di tempat-tempat populer, sehingga waktu yang mereka habiskan di lokasi bisa dipersingkat hanya untuk mengambil gambar yang menarik.
Banyak tempat wisata sekarang berlomba-lomba menciptakan spot foto yang menarik perhatian. Dari banner besar hingga atraksi unik yang tidak selalu berkaitan dengan budaya lokal, semua diciptakan untuk menarik pengunjung agar mengunggah pengalaman mereka.
Sayangnya, hal ini menghilangkan esensi asli dari pariwisata itu sendiri. Pengamat pariwisata bernama Chusmeru mengungkapkan bahwa banyak dari spot foto ini sering kali bersifat artifisial dan tidak mencerminkan keindahan alam yang asli.
Dampak terhadap Konservasi dan Keaslian Destinasi Wisata
Dampak dari tren ini tidak hanya dirasakan oleh pengunjung, tetapi juga oleh lingkungan sekitar. Keberadaan spot foto yang berlebihan dapat mengganggu keindahan alam dan merusak nilai-nilai konservasi yang seharusnya dijaga.
Chusmeru menekankan pentingnya menjaga keaslian dan kebersihan lingkungan wisata. Dengan fokus yang lebih besar pada visual dibandingkan pengalaman, wisatawan sering kali melewatkan inti dari perjalanan mereka.
Pengelola destinasi seharusnya berupaya memperkenalkan pendekatan yang lebih berkelanjutan, mempromosikan pengalaman yang mengedepankan keindahan alami dan keaslian tanpa gangguan yang tidak perlu.
Melihat Masa Depan: Tren “Zero Posting” di 2026
Meskipun saat ini fenomena ini sedang berlangsung, Chusmeru percaya bahwa tren “sibuk foto” tidak akan bertahan lama. Ia memprediksi bahwa pada tahun 2026 akan muncul tren “Zero Posting,” yang akan mulai dipraktikkan oleh generasi muda.
Tren ini merujuk pada keinginan untuk mengurangi unggahan di media sosial demi mendapatkan pengalaman yang lebih unik dan bermakna. Di masa depan, pengunjung mungkin lebih tertarik untuk berbagi gambar yang lebih bernilai, seperti pemandangan alam yang memukau.
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan wisatawan dapat kembali menikmati perjalanan secara utuh tanpa terbebani oleh keharusan untuk menampilkan momen di dunia maya. Pemerintah juga diharapkan dapat mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan antara kekayaan sumber daya alam dan kebutuhan wisatawan.











